Warga mayarakat di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, takut beraktivitas
ke luar rumah setelah konflik berkepanjangan antara 2 kelompok suku di
daerah tersebut tak kunjung selesai sejak 23 Maret 2013.
"Saat
ini, tidak ada warga yang berkebun. Tidak ada anak-anak ke sekolah atau
PNS yang kerja di Kenyam, Ibu Kota Kabupaten Nduga karena semuanya takut
beraktivitas sejak terjadi perang suku," kata salah seorang warga
Nduga, Bernard Kogoya di Jayapura, Papua, Kamis (6/6/2013).
Dia
mengaku, dirinya bersama sejumlah rekan kerja dan keluarga telah berada
di kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya sejak bulan lalu dan masih takut
untuk kembali bekerja di Nduga.
"Saya sudah sebulan lamanya di
Wamena. Tidak ada pesawat yang melayani secara reguler ke Kenyam,
kecuali carter. Saya, saudara-saudara dan rekan kerja masih takut
kembali kesana karena tidak ada jaminan keamanan," kata pria yang
bekerja sebagai PNS Kesbangpol Kabupaten Nduga.
Sejak dikabarkan
terbunuhnya salah satu pejabat Kabupaten Nduga di Wamena, lanjut dia,
suasana tegang di Kenyam dan sekitarnya langsung meningkat. "Semua warga
berjaga-jaga, saling curiga satu sama lainya. Mereka takut ada yang
saling menyerang karena ada pejabat yang terbunuh," beber Bernard.
Sekrertaris
Jenderal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Nduga Indonesia (IPMNI) Ronal
Lokbere juga membenarkan hal itu. "Orang tua dan saudara-saudara saya di
Nduga sudah pada mengungsi ke daerah sekitar seperti Wamena, Kabupaten
Jayawijaya, bahkan ada yang turun langsung ke Sentani, Kabupaten
Jayapura," tuturnya.
Ronald menyampaikan masalah ini lama
ditangani dan disikapi oleh semua pihak terkait, maka bukan tidak
mungkin jalanya roda pemerintahan di Kabupaten Nduga dipastikan akan
macet total.
"Yah, kalau pemerintah lambat merespons, maka
pemekaran yang diharapkan mensejahterahkan rakyat Nduga dipastikan tidak
berhasil karena konflik kepentingan yang sedang berlangsung," katanya.
Dia
berharap, pihak Polda Papua dan TNI secepatnya segera turun dan
membantu memediasi masalah konflik yang sedang terjadi di Nduga yang
telah menjalar ke daerah sekitarnya.
"Jika pemerintah Nduga tidak
berhasil menyelesaikanya. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah
Pusat harus segera bertindak. Jangan biarkan rakyat jadi korban. Katanya
ingin majukan orang Papua dari ketertinggalan kenapa ada masalah ini
tidak segera di sikapi," ujarnya, dengan nada kesal.
Konflik
Nduga berawal karena dipicu masalah rapat koordinasi penetapan jumlah
distrik, daerah pemilihan (Dapil), daftar pemilih tetap (DPT), dan
jumlah kursi di dewan untuk Pemilu 2014 pada 23 Maret 2013 lalu di salah
satu hotel ternama di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Saat
itu rapat yang digelar oleh KPU setempat, tidak ada titik temu antara
pihak DPRD Nduga (Legislatif) dan Bupati Kabupaten Nduga (Eksekutif)
soal perubahan untuk Pemilu 2014 nanti. Ujungnya, pembicaraan yang alot
dan kekerasan fisik pun terjadi. Akibatnya Kepala Bagian Tata Usaha
Kabupaten Nduga Yustinus Gwijangge tewas kena benda tajam.
Sejak
saat itu, mulai dilaporkan telah terjadi perang suku di kampung Yilekma
dengan 1 orang tewas, puluhan rumah hangus terbakar, ratusan orang
luka-luka. Masalah ini juga sudah coba diupayakan untuk diselesaikan
oleh pihak-pihak berkompeten tetapi tidak kunjung selesai.
Sehingga
buntutnya, masalah itu menyebar ke daerah lainya, karena pada 29 Mei
2013 salah satu anggota DPRD Kabupaten Nduga diberitakan tewas terbunuh
yang diduga karena masalah tersebut.
"Yang kami tahu, saat ini
sudah ada 7 orang tewas karena konflik kepentingan. Puluhan rumah hangus
terbakar, ratusan warga luka-luka karena perang suku. Dan aktivitas
pemerintahan di Nduga tidak berjalan alias macet total," tambah Ronald.
sumber: lipi
tan6.com
0 komentar:
Posting Komentar